From The Other (Part 1)

Cast             :

– Find by your self

–>FF ini hanyalah sebuah imaginasi meskipun tak menutup kemungkinan terjadi dalam dunia nyata (apa yang kita anggap fiksi sebenarnya sudah banyak terjadi), jika ada kesamaan kisah, hanyalah faktor ketidaksengajaan. Say no to plagiat!!!

Note : WARNING! Bagi kalian yang merasa gak bisa melanjutkan membaca cerita ini jangan dilanjutkan karena aku tidak bertanggungjawab untuk pertumbuhan mental kalian.

o ya, maaf ya utk season 4 blm aku tulis sama sekali, masih dalam tahap perencanaan soalnya. Jadi aku sisipkan FF jadulku ya, gak apa2 kan nyempil di sini heheheh

***

Hiruk pikuk kota dengan kendaraan yang ramai memenuhi ruas jalan. Para pejalan kaki yang berjalan tak santai. Pemandangan itu terlihat jelas dari balik kaca sebuah mobil yang melaju diantara banyaknya kendaraan. Gadis itu menarik nafas santai. Seoul, kali pertama ia berada di kota itu dan ia sedang mencoba untuk mulai membiasakan dirinya.

Tak berapa lama, mobil itu melaju lambat dan akhirnya berhenti di sebuah pekarangan. Tiga orang yang berada di dalam mobil, termasuk gadis itu terlihat turun dari dalam mobil. Mata mereka langsung tertanam pada bangunan yang berdiri gagah di hadapan mereka. Sebuah rumah dengan gaya klasik, pekarangan yang cukup luas ditumbuhi oleh beberapa jenis tanaman membuat lingkungan rumah itu tampak sangat asri.

“Bagaimana?” seorang pria bertanya.

“Memuaskan” jawab wanita yang sedari tadi tersenyum puas memandangi rumah baru yang akan mereka tempati.

Mereka lalu memasuki rumah tersebut.

~.oOo.~

Murid-murid di salah satu kelas di sebuah sekolah menengah atas berhamburan masuk ke dalam kelas ketika melihat sosok guru yang berjalan dari kejauhan. Kelas telah senyap ketika guru tersebut memasuki kelas diikuti oleh seorang gadis. Seisi kelas terlihat begitu antusias dengan wajah baru di kelas mereka.

“Selamat pagi. Seperti yang sudah kalian lihat. Hari ini kalian memiliki seorang teman baru. Ini kali pertama dia berada di Korea jadi aku harap kalian bisa membantunya untuk beradaptasi dengan lingkungan kita”

Murid-murid mengangguk paham. Guru muda itu menoleh pada si murid baru, seperti sebuah kode agar gadis itu memperkenalkan dirinya pada teman-teman sekelasnya.

“Hallo, senang berjumpa kalian” gadis itu menunduk santun “Aku Cho Lia. Mohon bantuan kalian semua” katanya lagi melengkapi kalimat perkenalan dirinya yang cukup singkat.

Gadis bernama Lia itu akhirnya menuju sebuah tempat yang sebelumnya ditunjuk oleh sang guru. Jam pelajaran berlangsung dengan tenang, tak ada yang bergaduh—semua begitu fokus pada pelajaran, begitupun dengan Lia. Perhatian Lia sedikit pecah ketika menoleh ke kanan dimana matanya bertemu dengan mata seorang pemuda yang duduk di deretan yang sama dengannya, mereka hanya dipisahkan oleh sebuah meja diantara mereka. Pemuda dengan sorot matanya yang tajam, ia terlihat memainkan pena di tangannya dengan sangat santai.

Lia mencoba untuk meraih kembali konsentrasinya yang semula pecah hingga bel istirahat berbunyi membuatnya menarik nafas lega. Dua orang gadis menghampirinya. Lia cukup ingat jika salah satu dari gadis itu duduk diantaranya dan pemuda tadi dan seorang gadis lainnya yang duduk tepat di depannya.

“Lia, itu namamu—benarkan?” gadis itu tersenyum ramah. Lia membalas senyuman penuh persahabatan itu “Aku Yuna. Kim Yuna” ia memperkenalkan dirinya.

“Geum Sora, kau bisa memanggilku Sora” giliran gadis yang duduk di depan Lia memperkenalkan dirinya.

“Sudah kuingat” senyum mekar Lia.

“Jika menyimak apa kata guru Jang, ini kali pertamamu di Korea. Benarkah?” tanya Sora. Lia menjawab dengan sebuah anggukan.

“Ya, Ayahku seorang Duta Besar. Sebelumnya kami berdomisili di Jerman” Lia memperjelas.

Mereka terlibat percakapan yang cukup seru. Mata Lia kembali tertuju pada pemuda itu dan benar saja, pemuda itupun sedang menatapnya. Untuk sesaat tatapan mereka saling bertemu sampai pemuda itu memutuskan keluar dari dalam kelas.

“Choi Min Ho” kata Yuna ketika menyadari kemana arah tatapan Lia dengan dahinya yang saling bertaut—heran.

“Apa?” Lia menoleh pada Yuna

“Pemuda yang baru saja keluar” ujar Sora “Dia selalu seperti itu. Selain wajahnya yang tampan, dia siswa pintar di sekolah ini. Tak banyak bicara dan tertutup itulah sifatnya, dan gadis-gadis selalu tergila-gila padanya” terang Sora panjang lebar.

“Aku rasa ada yang tak beres dengan otaknya. Tak satupun perhatian gadis-gadis itu yang digubris olehnya” lanjut Yuna. Gadis itu tiba-tiba terdiam “Setiap kali memikirkan itu, aku selalu teringat pada Jin Joo” Yuna menarik nafas panjang.

“Jin Joo?” Lia yang masih terhitung sebagai murid baru, ia tak mengerti apa yang sedang dibicarakan oleh Yuna dan Sora.

“Hwang Jin Joo. Satu-satunya gadis yang pernah dekat dengan Min Ho” jawab Sora “Meskipun hubungan mereka hanyalah sebatas sahabat tapi cukup membuat iri para gadis yang menyukai Min Hoo. Karena aku berasal dari taman kanak-kanak yang sama dengan mereka, jadi aku tahu sedekat apa persahabatan yang terjalin diantara mereka. Min Ho dan Jin Joo selalu bersaing, kedua orang itu selalu menduduki peringkat pertama dan kedua”

Lia terlihat antusias menyimak penjelasan dari kedua teman barunya.

“Lalu, peristiwa mengejutkan itu terjadi” jelas sekali raut wajah Sora yang masih menyisahkan kengerian.

“Apa yang terjadi?” rasa penasaran Lia semakin terpacu.

“Enam bulan lalu, Jin Joo ditemukan tewas bunuh diri. Ia melompat dari atap sekolah”

Jantung Lia berdegub kencang mengetahui kenyataan itu.

SYUUTT!!!

Secepat kilat Lia menoleh ke belakang. Ia merasakan sapuan angin di belakangnya.

“Ada apa?” tanya Yuna.

“Entahlah—aku merasa seseorang sedang berlari kencang di belakangku” jawab Lia mengira-ngira.

“Tak ada siapapun. Kau hanya terkejut mendengar cerita tadi” perkataan Sora dibenarkan oleh Lia di dalam hatinya “Maaf untuk mengatakan ini tapi kurasa kau harus tahu—bahwa, tempat yang kau duduki, sebelumnya adalah milik Jin Joo” pernyataan Sora justru membuat degub jantung Lia semakin tak beraturan.

“Hei, anak baru..”

Lia menatap tiga orang gadis yang sedang berdiri angkuh di hadapannya.

“Kau harus tahu peraturan yang berlaku di sekolah ini. Kurasa, kedua sahabat barumu itu tak akan keberatan menjelaskan padamu” kata salah seorang gadis. Mereka membuat senyum sinis dan berjalan meninggalkan tempat itu.

“Siapa mereka?”

“Park Min Gi, Shin Eun Bin dan Kwon Hye Soo” jawab Yuna “Kumpulan gadis paling menyebalkan di muka bumi namun sayangnya mereka cukup ditakuti oleh murid-murid di sini”

“Lalu, apa maksudnya tentang peraturan itu?” Lia kembali bertanya

“Park Min Gi, gadis yang berbicara padamu tadi. Dia yang mengepalai geng menyebalkan itu. Min Gi sangat menyukai Min Ho. Jangan mendekati Min Ho adalah peraturan yang diterapkan olehnya” kata Sora “Haissh,, mengapa kita harus sekelas dengan nenek-nenek sihir itu” ia terlihat frustasi.

~~~

Murid-murid berhamburan keluar dari lingkungan sekolah. Yuna, Lia dan Sora bersama-sama melewati trotoar. Tak jarang derai tawa menghiasi di sela-sela percakapan santai mereka.

Langkah Lia mulai melambat, ia merasa jika seseorang tengah mengawasinya. Gadis itu berhenti, ia menoleh, memandangi sekelilingnya, banyak orang di sekitar mereka namun tak satupun yang dikenalinya—ya, dia masih baru di kota itu.

“Ada yang salah?” tanya Yuna

“Uhm…seperti seseorang sedang mengawasiku” gumam Lia “Ah, sudahlah—mungkin itu hanya perasaanku” tepis Lia sambil tertawa kaku.

Mereka kembali melanjutkan perjalanan mereka. Tanpa menyadari jika seseorang baru saja keluar dari tempat persembunyiannya, matanya terus tertanam pada punggung Lia yang kian menjauh.

~.oOo.~

Di dalam kamarnya yang tenang, Lia tengah serius mengerjakan tugas-tugas yang telah menumpuk. Sudah berjam-jam gadis itu tak bergeser dari meja belajarnya.

“Lia!!”

Teriakan Ibunya, Ny. Cho terdengar dari lantai bawa

“Kau tak akan makan malam??” suara Ny. Cho kembali terdengar.

“Iya Bu, lima menit lagi” jawab Lia menyaingi suara nyaring Ibunya.

Gadis itu terpekur sesaat, ia lalu mengetuk-ngetuk pelan jidatnya dengan pensil. Ia mengumpulkan konsentrasinya, menuangkan isi otaknya pada kertas putih di hadapannya.

Sret..sret..sret..

Kegiatan Lia terhenti ketika merasakan roknya sedang ditarik-tarik. Gadis itu mendesah pelan, mencoba untuk fokus. Ia kembali mengerjakan tugas sekolahnya.

Sret..sret..

Lia mendesah kesal.

“Joe..” Lia melepas pensil, kekesalannya memuncak “Aku sedang tak ingin bermain-main, tak bisakah…” ucapan Lia terhenti, ia tak melihat anak anjing dalmatian miliknya di kolong meja. Tak ada siapapun di situ.

Kraakk!!

Derak aneh mengagetkan Lia. Secepatnya ia menoleh ke arah jendela. Seseorang sedang berdiri di luar jendelanya. Rasa penasaran mengabaikan segalanya, Lia beranjak dan dengan langkah pelan mendekati jendela. Bayangan itu masih terlihat jelas.

Saat hampir membuka jendela kamarnya, wajah Lia mulai memucat. Ia mengurungkan niatnya. Tiba-tiba saja ia teringat bahwa, kamar tidurnya berada di lantai dua dan tak ada balkon di situ yang memungkinkan seseorang untuk berdiri sesantai itu di luar jendela kamar tersebut.

“Cho Lia!! Lupakan makan malammu!!!” teriakan Ny. Cho membuat Lia terlonjak kaget. Gadis itu dengan terburu-buru meninggalkan kamar tidurnya.

~.oOo.~

Guru Jang sedang menerangkan pelajaran matematikan di depan kelas. Disaat semua murid begitu hikmat menyimak mata pelajaran yang cukup menguras otak itu, Lia harus kehilangan konsentrasinya. Ia tahu jika seseorang tengah memperhatikannya. Lia memajukan tubuhnya.

“Sora, apa ada yang aneh denganku hari ini?” bisik Lia. Sora menggeleng “Kenapa dia terus menghujaniku dengan tatapan anehnya itu. Dia membuatku bergidik” Lia menoleh pada Min Ho.

“Dia menyukaimu” jawab Sora sekenanya.

Lia hanya mendesis. Gadis itu kembali menyandarkan tubuhnya. Sesekali ia menoleh kepada Min Ho, kali ini pemuda tersebut telah mengalihkan perhatiannya pada buku di atas mejanya—sepertinya ia merasakan kegelisahan Lia.

“Cho Lia!” guru Jang membuyarkan lamunan Lia “Selesaikan soal nomor 102!”

Tanpa banyak bicara, Lia maju ke depan kelas. Ia mulai menulis di atas white board. Sapuan angin di belakang leher Lia membuat gadis itu menoleh. Lia mengernyit ketika seorang gadis berambut hitam sebahu sedang duduk di tempat duduknya. Gadis itu hanya menundukan kepalanya, poninya membuat Lia tak bisa melihat dengan jelas wajah gadis itu.

“Kerja bagus” ujar guru Jang. Ia tersenyum puas melihat jawaban yang ditulis oleh Lia. Tidak demikian dengan Min Gi yang memamerkan wajah geramnya. Lia segera kembali ke tempat duduknya. Gadis yang dilihatnya tadi sudah tak ada.

Ketika guru Jang keluar dari kelas, ketegangan yang tadi berlangsung mulai berangsur-angsur menyurut. Murid-murid mulai bercanda dengan teman-teman mereka.

“Ekspresi apa tadi?” tanya Yuna

“Apa?”

“Mengapa kau begitu terkejut?” Sora ikut bertanya

“Itu—tidak. Tidak ada apapun” Lia masih ragu untuk menceritakan apa yang dilihatnya.

“Baiklah, waktunya makan siang” ajak Sora

“Kalian harus pergi tanpa aku” ujar Lia “Aku sedang bermasalah dengan perutku. Maafkan aku” Lia tersenyum ketika melihat kekecawaan di wajah Sora dan Yuna.

“Oke..oke..” angguk Sora dan Yuna.

Kedua gadis itupun akhirnya pergi. Lia mulai membereskan buku-bukunya yang masih berserakan di atas meja. Tangannya dengan tidak sengaja menyenggol sebuah buku hingga buku tersebut terjatuh ke lantai. Lia lalu memunguti buku tersebut. Ketika ia mengangkat wajahnya, Lia tersentak melihat seorang gadis tengah duduk pada duduk di sisi kanannya, di tempat Yuna. Gadis itu hanya tertunduk dengan poni yang menutupi matanya.

“Maaf..” meskipun dengan perasaan yang aneh, Lia mencoba untuk menyapa gadis tersebut.

Tak ada reaksi. Gadis itu masih tertunduk. Perasaan Lia semakin tak nyaman. Mata Lia membulat ketika melihat tetesan darah yang jatuh di atas meja. Seluruh tubuh Lia terkunci. Ia tak mampu menggerakan tubuhnya ketika gadis itu mengangkat kepalanya tiba-tiba. Lia sudah tak dapat bernafas, dengan gerakan lambat gadis itu mulai menolehkan kepalanya pada Lia.

“Kau tak apa-apa??” seseorang menegur Lia. Tubuh Lia mulai bereaksi. Lia menatapi Min Ho yang telah berdiri di hadapannya.

Jantung Lia masih berdebar tak beraturan, wajahnya pucat dan keringat yang mulai membasahi dahinya. Ia menoleh ke sisi kanannya, meja itu sudah kosong.

“Kau baik-baik saja??” Min Ho mengulangi pertanyaannya.

“Aku..” Lia mencoba membuka mulutnya “Aku..baik. Aku baik-baik saja” meski dengan nada yang gagap namun Lia berusaha untuk menyangkali apa yang dilihatnya.

~.oOo.~

Sudah berjam-jam lamanya Lia mencoba memejamkan matanya, namun kantuknya seakan hilang terbawa angin. Bayang-bayang kejadian aneh yang belakangan ini menimpanya menjadi salah satu pemicu yang membuatnya tak bisa tentram, termasuk dalam tidurnya.

“Itu…” mata Lia terbuka pelan, ia bergumam sambil memperjelas apa yang di dapatnya. Samar telinganya menangkap sesuatu “Sepertinya Ny. Cho tak pernah sadar dengan kemampuannya” desis Lia yang mengira Ibunya sedang bernyanyi.

Kian lama suara itu kian jelas dan raut wajah Lia mulai berubah. Suara itu bukanlah suara Ibunya dan terlebih lagi Lia mulai sadar jika simphony yang didengarnya bukanlah sebuah nyanyian melainkan tangisan.

Meskipun debar jantungnya mulai bekerja tak normal namun tak menyurutkan rasa penasarannya. Lia beranjak perlahan meninggalkan kamar tidurnya, mencoba mengikuti arah sumber suara itu terdengar. Gadis itu dengan langkah pelannya menuruni anak tangga, ia tak dapat melihat dengan cukup jelas mengingat ruang santai di rumahnya hanya tersentuh oleh cahaya lampu dari ruangan lain.

Senyap.

Suara itu mendadak tak terdengar lagi namun suasana kian mencekam. Lia masih berdiri mematung di tengah ruangan. Ia ketakutan tapi entah mengapa ia justru memilih untuk tetap berdiri di situ, mengawasi keadaan senyap yang terlalu mencurigakan.

Merasakan tak ada apapun, gadis itu memutuskan kembali ke kamarnya. Ia menapaki anak tangga dengan langkah beratnya. Satu langkah kakinya diikuti dengan langkah kaki lain. Lia terdiam. Ia kembali melangkah dan telinganya kembali menangkap langkah lain yang terdengar mengikutinya dan berhenti ketika ia berhenti.

Tengkuknya meremang. Lia memantapkan ekor matanya, melirik ke belakang. Memang tak terlihat siapapun di sana.

Tap.. suara langkah kaki Lia di anak tangga berikutnya.

Tap…

Lia terdiam, suara langkah kaki lain terdengar di telinganya, seperti sedang mengikuti irama langkah kakinya.

Gadis itu menoleh secepat kilat ke belakangnya. Hasilnya masih sama, tak ada siapapun yang terlihat. Seluruh tubuh Lia terasa panas dingin dengan kepala yang terus membesar. Jantungnya berpacu kencang memompa darahnya.

Tes…

Gemericik benda cair yang jatuh tepat di hadapan Lia, hampir mencium ujung kakinya. Gadis itu menatap lekat anak tangga yang basah karena tetesan air. Meskipun cahaya yang cukup redup namun Lia yakin bahwa matanya masih sangat baik untuk menangkap apa yang dilihatnya.

Tes

Tes

Tetesan air kembali terjatuh membasahi tempat yang sama. Bola mata Lia kian membulat ketika dengan seksama yakin bahwa air itu berwarna merah, pekat. Darah. Jantung Lia terus berpukul dengan sangat kencang seperti ingin menerobos keluar dari dalam dadanya.

Dengan perlahan Lia mulai mendongak, menengadahkan kepalanya ragu-ragu. Seluruh tubuh Lia langsung terkunci.

Seorang gadis sedang berdiri di atasnya. Tidak, lebih tepatnya gadis itu sedang berdiri menapaki langit-langit rumah Lia—berdiri dengan posisi terbalik seakan gaya gravitasi bumi tak berlaku padanya, rambut hitam panjangnya menjuntai ke bawah—hanya beberapa meter rambut itu akan menyentuh kepala Lia.

Tak dapat bergerak sama sekali dan tekanan menakutkan luar biasa yang dialaminya, Lia tak dapat menanggung itu. Lia ambruk begitu saja, menggelinding lembah hingga ke lantai bawah. Beruntung ia baru saja menapaki anak tangga ke empat sehingga tak akan menyebabkan luka serius di tubuhnya.

~.oOo.~

“Kau sakit?” tanya Yuna selepas jam pelajaran “Wajahmu pucat”

“Tidak apa-apa” senyum tawar Lia

“Kaupun tak terlihat memperhatikan pelajaran” ujar Sora

Lia terdiam. Kejadian semalam benar-benar memacu adrenalinnya dengan sangat keras.

“Sebenarnya ada apa?” Sora terlihat sangat penasaran “Bisakah kau ceritakan pada kami?”

Lia masih bungkam. Ia memandangi satu per satu wajah kedua orang gadis yang memandanginya dengan cemas.

“Aku tak yakin kalian akan mempercayai ini karena akupun tak bisa mempercayainya” Lia mendesah, menceritakan kejadian itu pada Sora dan Yuna seperti sebuah pilihan yang sangat berat baginya “Kalian percaya hantu?”

Sora dan Yuna tersentak “Hantu??” keduanya bertanya secara serempak.

“Seseorang yang berasal dari dunia lain. Maksudku, aku berbicara tentang arwah” perkataan Lia justru membuat dua sahabat barunya itu saling pandang—kebingungan “Aku mengerti jika kalian tak percaya. Akupun seperti itu, tapi kejadian semalam membuatku harus menyingkirkan keyakinanku itu. Aku rasa mereka benar-benar ada”

Keadaan menjadi sunyi untuk beberapa menit. Tampaknya mereka masih mencerna dengan baik apa yang ada dalam pikiran mereka.

“Menurut kalian, apa yang menyebabkan roh-roh seperti itu berkeliaran? Apakah mereka hanya berniat untuk menakut-nakuti?” Lia terlalu penasaran, ia bahkan mengajukan lebih dari satu pertanyaan.

“Apa maksudmu?” tanya Sora. Ia dan Yuna belum benar-benar mengerti kemana arah pembicaraan mereka saat ini.

“Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku percaya jika mereka benar-benar ada” jawab Lia “Kalian tak tahu seperti apa rasanya ketika sosok itu berada dalam jarak pandang yang sangat dekat, lalu seperti apa rasanya ketika kalian justru tak bisa bergerak, jangankan bergerak—berteriakpun kalian tak bisa. Tubuh kalian tak menerima perintah dari otak. Semalam aku mengalaminya. Aku melihat sosok itu”

“Kau bercanda?” Yuna menyengir, ia berusaha untuk menetralkan ketakutan yang mulai merajalela dalam tubuhnya.

“Aku masih bisa merasakan amukan jantungku” Lia terus bergumam sambil memegangi dadanya “Dan aku tak mengerti situasi ini”

“Kau…” Min Ho telah berdiri di hadapan mereka, memandangi Lia tajam “Hari ini kau petugas piket kelas, selepas jam pelajaran—kau harus melaksanakan tugasmu” ujar Min Ho dan tanpa menunggu respon Lia, pemuda itu beranjak dan kembali tenang di tempat duduknya.

“Ada apa?” Lia justru kebingungan melihat tingkah Yuna dan Sora. Kedua gadis itu saling pandang, lalu mengalihkan pandangan mereka pada Lia—kembali saling pandang dengan dahi yang terlihat berkerut.

“Suasana apa ini?” Yuna mendelik “Apakah dia benar-benar seorang Choi Min Ho?”

“Aku sedang berusaha meyakini itu” Sora justru mengawasi keadaan kelas, gadis itu lega ketika menyadari bahwa Min Gi dan geng-nya tak berada di kelas.

“Apa yang kalian bicarakan?” Jelas sekali rona kebingungan tersirat di wajah Lia.

“Dia memang pengurus kelas tapi ini jelas sangat aneh—kau, adalah orang pertama yang diajak bicara olehnya” ujar Sora “Pengecualian untuk Jin Joo yang memang sudah dekat dengannya”

“Benarkah?”

“Seperti yang sudah kami jelaskan bahwa Min Ho adalah tipe yang pendiam dan sangat tertutup. Jika kau bertanya padanya, dia hanya akan merespon seadanya saja tapi dia bukanlah pihak yang akan dengan sedang hati mengeluarkan kata-kata terlebih dahulu pada seseorang” Yuna menjelaskan dengan berapi-api “Sebenarnya apa yang sedang terjadi?” gadis itu justru menatap lekat wajah Lia membuat Lia salah tingkah.

“Mungkinkah…” Sora terdiam, ia ikut memandangi Lia “Min Ho menyukaimu?” pertanyaan Sora membuat Lia tersedak.

“Jangan bercanda” Lia justru tertawa. Ia tak perduli ketika Sora dan Yuna terus mengamatinya dengan eskpresi tak berubah. Serius mencari pembenaran atas dugaan mereka.

Tawa Lia mendadak hilang begitu saja, tergantikan dengan wajahnya yang berubah menegang. Ia merasakan seluruh tubuhnya meremang.

“Lia—kau baik-baik saja?” tanya Yuna yang menyadari perubahan sikap Lia yang terlalu ekstrim.

Lia dapat merasakan, seseorang sedang duduk di belakangnya. Seorang gadis dengan kepala yang terus tertunduk. Permukaan kulit yang begitu putih memucat sangat kontras dengan warna rambutnya yang hitam. Meski tak melihat namun Lia dapat menyadari keberadaan sosok yang belakangan ini selalu memperlihatkan wujudnya pada Lia.

“Dia—duduk, di belakangku” suara Lia yang bergetar karena gugup bercampur takut

“Apa, maksudmu?” heran, Yuna dan Sora terlihat sangat kebingungan. Mereka memandangi tempat kosong di belakang Lia.

Lia menundukan kepalanya “Di belakangku..” gadis itu menutup matanya, seluruh bulu romanya kian bergidik, meremang “Aku merasakannya, aku melihatnya..” bisik Lia seperti orang ketakutan, menggeleng kepalanya panik dan keringat yang mulai bercucuran.

“Cho Lia!!”

Yuna tak melihat apapun, begitu juga Sora namun sikap Lia membuat mereka merasa akan mati ketakutan. Min Ho menatapi Lia dengan tajam. Min Gi, Eun Bin dan Hye Soo yang baru saja masuk ke kelas ikut memperhatikan Lia.

“Siapa dia..?” Lia terus memejamkan matanya “Apa yang kau inginkan?” Lia kembali bertanya, seperti bertanya pada sosok yang masih duduk tenang di belakangnya “Siapa dia? Gadis berambut hitam sebahu itu?” Lia mencengkeram tangan Sora membuat Sora terpekik karena kaget.

Lia membuka mata lebar. Mata itu terlihat sangat bulat. Keringat membasahi dahinya. Gadis itu menggeleng, ia masih merasakan keberadaan sosok itu.

“Siapa gadis itu?” Lia menatap tajam pada Yuna dan Sora yang wajah mereka telah memucat. Mereka tampaknya mulai memahami sesuatu.

“Cho Lia! Apa kau sudah gila?” Min Gi berdiri dengan eskpresi yang mirip patung. Gadis itu, juga Eun Bin dan Hye Soo memiliki wajah pucat sepucat wajah Sora dan Yuna.

“Kalian..” Lia mennggerakan kepalanya pelan, memandangi Min Gi “Kalian, bisa katakan—siapa gadis itu? Apakah…”

“Hentikan!!” hardik Hye Soo

“Jangan menakut-nakuti” ujar Eun Bin, ia benar-benar terlihat ketakutan.

“Kalian semua tahu, siapa dia…” bibir Lia bergetar

“Omong kosong!!” elak Min Gi “Jangan membawa sesuatu yang buruk dari tempatmu sebelumnya”

Lia hanya diam. Ia beranjak dan berjalan meninggalkan kelas, tak perduli ketika Yuna dan Sora terus meneriaki namanya.

“Dasar gadis gila” desis Hye Soo

“Aku tahu kalian juga mengerti apa yang sedang dibicarakan Lia” gumam Sora, ia menatap tajam pada ketiga gadis menyebalkan itu.

“Kau dan Yuna, kalian terlalu bodoh untuk diperdaya oleh seorang murid pindahan seperti gadis itu” dengus Eun Bin.

“Shin Eun Bin, jika kau tak percaya—mengapa wajahmu seputih kertas?” sinis Sora

“Aku? A, aku?” Eun Bin kehilangan kata-kata “Mana mungkin?” ia mengelak.

“Enam bulan lalu, kalian tak akan melupakan peristiwa itukan?” Yuna bertanya dengan sangat pelan, namun tak menyembunyikan kegugupannya.

“Kim Yuna! Apa kau sudah gila??” Min Gi terlihat sangat marah.

Braaakkh!!

Mereka tersentak. Menoleh pada Min Ho yang baru saja menggebrak meja dengan tinjunya. Itu pasti sangat menyakitkan.

“Mengapa kalian tak bisa diam?” Min Ho melayangkan tatapan dinginnya sebelum ia berjalan meninggalkan ruang kelas.

 

~to be continue~

 udah baca? #colek Chocholia

mau bikin dirimu jadi hantunya tapi gak tega (masih punya hati nurani),, hehehehe

btw, sekedar info utk kalian semua..seperti yg pernah aku bilang kalo awalnya aku menulis dgn genre horror jd cerita ini termasuk cerita horror yang udah aku tulis jaman dulu tapi aku hanya merubah setting dan tokohnya saja..

demi keseimbangan pertumbuhan otak kalian, aku sengaja gak publish tengah malam seperti ff yg laennya, jadi gak tanggung jawab ya buat kalian yang bacanya malam-malam (tenang aja, ceritanya gak serem kok 🙂 )

utk season 4, harap bersabarnya…

424 respons untuk ‘From The Other (Part 1)

  1. Tata berkata:

    Horror ih. .
    Mereka semua itu tau yya. . Apa jangan jangan jin joo itu hantu umum ya, jadi semuanya tau, cuma pura pura nggak tau aja. Wkwkwkwkwk

  2. qiqi amalia berkata:

    Horor…
    Hahhhh,, jarang2 aku baca genre horor bgni.. Ikutan merinding
    Jd penasaran deh, apa hantu itu si jin joo yaa ?
    Soalnya gelagat mreka kok pd aneh2 gitu, tp knp cm lia yang dinampakin ? Apa dia mau nyampain sesuatu

  3. Widya Choi berkata:

    Ihhh jd merinding bc ny…aduhhhh..
    Sbnr ny ap yg tjdi?..itu knp hantu ny ngikutin lia mulu…

  4. FitriFitri berkata:

    Tak berusaha melewatkan setiap kata.mata sampe ku buka lebar-lebar dan ini horor kkkkk pengalaman sebagai indigo membuatku merasakan apa yang dirasakan Lia

  5. cha eunna berkata:

    Hantu yg ngikutin lia itu jinjoo ya?
    Jangan2 kematian jinjoo ada hubungannya ama min gi

    Ijin bac next part nya ya..

  6. Sarwendah berkata:

    Wadawww,,, kok merinding yak…tapi seri nih bikin ketagihan bacanya, ijin baca next part nya ya

Tinggalkan Balasan ke Sarwendah Batalkan balasan